Headlines News :
Home » » Tentang Lawan Jenisku

Tentang Lawan Jenisku


"Pergilah kemana hati membawamu", Suzana Tamaro.

Dalam relasi antar lawan jenis berlaku dualisme (tegangan atau pertentangan) dan dualitas (timbal balik) sekaligus. Maksudnya, ada sifat-sifat yang bertentangan namun justru saling melengkapi. Namun perbincangan seperti itu afdolnya sudah sedikit tahu tentang teori strukturasinya Anthony Giddens. Nah, untuk sekarang ini yang ringan-ringan saja, sekadar grundelan. Pengalaman yang ikut menghabiskan nafas-nafasku. Mari kita mulai.

Lawan jenisku ini lebih sering terlihat seperti buku yang terbuka yang mudah terbaca isinya. Dia tak segan mengumbar cerita paling pribadinya, gamblang membagi pengalaman-pengalaman paling uniknya, berkeluh kesah seakan menghiba tentang masalah yang menderanya. Namun meski demikian lawan jenisku itu pintar dan trampil membungkus “isi” sesungguhnya yaitu perasaan paling subtil padaku. Sepertinya telah kubaca keseluruhan isinya tapi hakekat perasaannya terlindung rapat dibalik ayat-ayat perilakunya yang rumit. Tetap misterius, tetap mistik.

Lawan jenisku ini juga unik. Di saat aku merasa seakan telah membuat gempa di hatinya jika tolok ukurnya kesediaan dia mendengarkanku, mengikuti kebiasaanku, mengerti arah kemauanku. Yang sesungguhnya terjadi justru kekacauan di ruang hatiku. Kelak di kemudian hari, aku mesti menata lagi sedemikian rupa ruang hatiku tersebut. Dia datang dan menyapa lebih dulu, bercerita lebih banyak, meminta maaf dan berterima kasih lebih sering, namun ketergantungan bukannya hinggap padanya tapi justru manjing padaku.

Memang bukan rasa frustasi yang berujung depresi yang akhirnya aku dapat. Lebih pada kuriositas. Apakah aku terlalu naif, terlalu gede rasa? Aku lupa aku terluka. Satu lawan jenisku yang lain yang juga teman menuntut ilmu di kampus biru, aku pinang. Bukan sebagai pelarian, memang dia punya privilege untuk sewaktu-waktu mampir di ruang hatiku. Dia lalu minta waktu sembari mengajukan sejumlah pertanyaan yang lebih pas disebut sebagai interogasi tentang kepribadianku. Hasil akhirnya adalah kami tidak berjodoh. Basis keputusannya adalah istikharahnya yang menimbulkan sensasi perasaan gamang, ragu-ragu tentang diriku. Sedangkan hasil interogasi atas kapasitas kepribadianku sebenarnya memenuhi harapannya, setidaknya seperti yang diceritakan temannya yang sekaligus juga temanku. Tapi sudahlah, lawan jenisku yang ini memberikan rasionalisasi yang paling menenangkan, paling kukuh referensinya. Aku ikhlas menerima keputusannya.

Di lain sisi, beberapa lawan jenisku yang lain jauh dari masa lalu justru begitu terang dan tiba-tiba menyebutkan perasaannya padaku. Yang satu tak mampu memberi alasannya. Satunya lagi bermodal kesan masa lalu saat sama-sama berseragam putih abu-abu ditambah sedikit informasi terkini yang tidak jelas sumbernya. Benar kata banyak orang, sesuatu yang terlalu vulgar selalu sukses mereduksi habis-habisan rasa penasaran dan daya imajinasi kita. Maka lawan jenisku yang sekarang hilang unsur mistiknya, hilang daya tariknya. Aku menjadi dangkal dalam menyikapinya. Kurang serius dan seperlunya.

Pada akhirnya lawan-lawan jenisku ini baik yang menolak maupun menginginkan aku adalah pengedepan perasaan. Semua basis keputusan mereka adalah perasaan terhadapku, akal dan logika menjadi perangkat untuk menemukan alasan penguat atas perasaan mereka. Sekali lagi, setidaknya seperti itulah lawan-lawan jenis dalam kehidupanku. Maka kawan-kawan, sebelum kamu ingin meyakinkan perasaannya, menitipkan rasa nyaman di hatinya. Yakinkan diri bahwa bersamanya adalah situasi kondisi ternyaman untukmu.

-coretan dari: Aji Wibowo
Share this article :

2 comments:

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Biasa Saja - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger